Komisi Penyiaran Indonesia Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan non-departemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hirarki atau ranking kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh UUD merupakan organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan UU merupakan organ UU, sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah lagi tingkatan dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk di dalamnya. Demikian pula jika lembaga dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan berdasarkan Peraturan Daerah, tentu lebih rendah lagi tingkatannya.

Lembaga negara yang berdasarkan perintah UU itu adalah lembaga Independen. Lembaga Independen sendiri merupakan lembaga yang berdiri sendiri tanpa campur tangan Pemerintah.
Adapun latar belakang dibentuknya Lembaga Independen adalah, adanya dinamika masyarakat untuk mewujudkan demokratisasi, akibat kurang kepercayaan masyarakat pada lembaga yang ada, serta adany semangat transparansi sebagai sarana terciptanya hubungan yang harmonis antara pemerintah dengan masyarakat terutama masyarakat kecil dan menengah. Tugas Lembaga Independen ini adalah untuk mewujudkan dan meningkatkan pelayanan publik yang bebas dari campur tangan politik. Adanya lembaga untuk mengatur profesi-profesi, karena padat membuka lapangan pekerjaan baru.


Adapun lembaga yang bersifat independen yang terbentuk atas perintah Undang-Undang itu, salah satunya adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang merupakan organ lapis kedua adalah sebuah lembaga independen yang dibentuk oleh undang undang yang ada di Indonesiayang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya dan berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.Sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002pasal 7 ayat 2 KPI adalah sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran.

Rumusan Masalah

a.       Apa itu Komisi Penyiaran Indonesia
b.      Apa saja tugas dan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia  ?
c.       Apa saja Sanksi yang dapat dijatuhi oleh KPI?

Tujuan Masalah

a.       Untuk mengetahui tugas dan wewenang Komisi Penyiaran Indonesia
b.      Untuk mengetahui saksi yang dapata dijatuhi KPI


BAB II

PEMBAHASAN

 

Defenisi Komisi Penyiaran Indonesia

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Komisi ini berdiri sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. KPI terdiri atas Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang bekerja di wilayah setingkat Provinsi. Wewenang dan lingkup tugas Komisi Penyiaran meliputi pengaturan penyiaran yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, dan Lembaga Penyiaran Komunitas.
UU No. 32 tahun 2002 Pasal 7:
(1)Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI.
(2)KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran.
(3)KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi.
(4)Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Dasar Pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia

Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan sistem


penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.
Berbeda dengan semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 24 Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", menunjukkan bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah.

Pentingnya Komisi Penyiaran Indonesia

Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dll. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan).
Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan oleh KPI. Pelayanan informasi yang sehat berdasarkan Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik berdasarkan jenis program maupun isi program. Sedangkan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan) adalah jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja. Prinsip Diversity of Ownership juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia.
Apabila ditelaah secara mendalam, Undang-undang no. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan.


Maka sejak disahkannya Undang-undang no. 32 Tahun 2002 terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia. Perubahan paling mendasar dalam semangat UU tersebut adalah adanya limited transfer of authority dari pengelolaan penyiaran yang selama ini merupakan hak ekslusif pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen (Independent regulatory body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen dimaksudkan untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan. Belajar dari masa lalu dimana pengelolaan sistem penyiaran masih berada ditangan pemerintah (pada waktu itu rejim orde baru), sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem penyiaran pada waktu itu tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni rejim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa dan pengusaha.

Terjemahan semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem siaran berjaringan adalah, setiap lembaga penyiaran yang ingin menyelenggarakan siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau berjaringan dengan lembaga penyiaran lokal yang ada didaerah tersebut. Hal ini untuk menjamin tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi seperti yang terjadi sekarang. Selain itu, pemberlakuan sistem siaran berjaringan juga dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak sosial-budaya masyarakat lokal. Selama ini sentralisasi lembaga penyiaran berakibat pada diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal dan minoritas. Padahal masyarakat lokal juga berhak untuk memperolah informasi yang sesuai dengan kebutuhan polik, sosial dan budayanya. Disamping itu keberadaan lembaga penyiaran sentralistis yang telah mapan dan berskala nasional semakin menghimpit keberadaan lembaga-lembaga penyiaran lokal untuk dapat mengembangkan potensinya secara lebih maksimal. Undang-undang no. 32 Tahun 2002 dalam semangatnya melindungi hak masyarakat secara lebih merata.



Struktur Kelembagaan

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002, Komisi Penyiaran Indonesia terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi). Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan KPI Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat provinsi. Dan selanjutnya, anggaran untuk program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) masing-masing provinsi. Masa jabatan setiap Periode Komisioner adalah 3 (tiga) tahun dengan batasan 2 (dua) kali masa jabatan berturut-turut maupun tidak berturut-turut pada setiap tingkatan komisi dan daerah. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh sekretariat tingkat eselon II yang stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil (PNS) serta staf profesional non PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran harus mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja dengan selalu memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3: “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia”
Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode Pertama (2003-2006, diperpanjang 1 tahun hingga 2007), terdiri atas:
1.      Dr. Victor W. Menayang, M.A., Phd. (Ketua)
2.      Dr. S. Sinansari Ecip (Wakil Ketua)
3.      Bimo Sekundatmo Nugroho, M.Si. (Anggota)
4.      Amelia Hezkasari Day (Anggota)
5.      Dr. Sasa Djuarsa Sendjaja (Anggota)
6.       Ilya Revianti Sudjono Sunarwinadi, M.Si. (Anggota)
7.      Ade Armando, M.Sc. (Anggota)
8.       Dr. Andrik Purwasito, DEA (Anggota)
9.      Drs. Dedi Iskandar Muda (Anggota)
Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode Kedua (2007-2010) terdiri atas:



1.      Prof. Dr. Sasa Djuarsa Sendjaja (Ketua)
2.      Fetty Fajriati Miftach, M.A. (Wakil Ketua)
3.      Prof. Dr. S. Sinansari Ecip (Anggota)
4.      Mochamad Riyanto, S.H., M.Si. (Anggota)
5.       Drs. Yazirwan Uyun (Anggota)
6.      M. Izzul Muslimin, S.Ip. (Anggota)
7.       Dr. Amar Achmad, M.Si (Anggota)
8.      Bimo Sekundatmo Nugroho, M.Si (Anggota)
9.      Drs. Selamun Yoanes Bosko (Anggota)
Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode Ketiga (2010-2013) terdiri atas:
1.      Dr. Dadang Rahmat Hidayat, S.H., M.Si. (Ketua)
2.      Dr. Nina Mutmainnah Armando, M.Si. (Wakil Ketua)
3.       Ezki Tri Rejeki Widianti, S.H,, M.A. (Anggota)
4.      Dr. Muchamad Riyanto, S,H, M.Si. (Anggota)
5.      Drs. Iswandi Syahputra, M.Si. (Anggota)
6.       Dr. Judhariksawan, S.H, M.H. (Anggota)
7.      Azimah Subagijo (Anggota)
8.       Idy Muzayyad, M.Si. (Anggota)
9.       Drs. Yazirwan Uyun (Anggota)
Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode Keempat (2013-2016) terdiri atas:
1.      Dr. Judhariksawan, S.H., M.H. (Ketua)
2.      Idy Muzayyad, M.Si. (Wakil Ketua)
3.       Azimah Subagijo (Anggota)
4.      Agatha Lily, S.Sos, M.Si (Anggota)
5.      Sujarwanto Rahmat Muhammad Arifin, S.Si (Anggota)
6.       Fajar Arifianto Isnugroho, S.Sos, M.Si (Anggota)
7.      Bekti Nugroho (Anggota)
8.      Danang Sangga Buwana, M.Si. (Anggota)



9.      Dr. Amirudin, M.A. (Anggota)
Dengan adanya diatur oleh Undang-undang nomor 32 tahun 2002, mekanisme pembentukan KPI dan rekrutmen anggotanya tentunya dapat menjamin bahwa pengaturan sistem penyiaran di Indonesia akan dikelola secara partisipatif, transparan, akuntabel sehingga menjamin independensi KPI itu sendiri.

Tugas dan Kewenangan KPI Menurut UU No. 32 Th. 2002


Wewenang KPI

KPI melakukan peran-perannya sebagai wujud peran serta masyarakat yang berfungsi mewadahi inspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI juga mempunyai beberapa wewenang yaitu:
a.       Menetapkan standar program penyiaran
b.      Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran
c.       Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran
d.      Memberi sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilakupenyiaran serta standar program siaran
e.       Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah, lembagapenyiaran dan masyarakat.

Tugas KPI


a.       Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia,
b.      Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran,
c.       Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait,
d.      Memelihara   tatanan   informasi   nasional   yang   adil,   merata,   dan


Seimbang.
e.       Menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran,
f.       Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang penyiaran dan P3SPS menjadi rujukan untuk melihat kualitas penyelenggaraan di Indonesia. Dalam arti, kualitas tersebut apakah penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dan tercantum di dalamnya.

Kewajiban KPI


a.       KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran,
b.      KPI wajib menerima aduan dari setiap orang atau kelompok yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap pedoman perilaku penyiaran,
c.       KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang bersifat mendasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e,
d.      KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab.
e.       KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga Penyiaran yang terkait.

Tugas dan Kewenangan Terkait Pedoman Perilaku Penyiaran


1.      Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI.
2.      Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun dan bersumber pada:
a.       nilai-nilai agama, moral dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
b.      norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan lembaga penyiaran.
3.      KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku penyiaran kepada Lembaga Penyiaran dan masyarakat umum.



4.      Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan:
a.       rasa hormat terhadap pandangan keagamaan;
b.      rasa hormat terhadap hal pribadi;
c.       kesopanan dan kesusilaan;
d.      pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme;
e.       perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan;
f.       penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak;
g.      penyiaran program dalam bahasa asing;
h.      ketepatan dan kenetralan program berita;
i.        siaran langsung; dan
j.        siaran iklan.
5.      KPI memfasilitasi pembentukan kode etik penyiaran.

Sanksi yang dapat dijatuhi oleh KPI


Bagi yang melanggar aturan yang telah ditentukan oleh KPI akan mendapatkan sanksi administratif oleh KPI yaitu:
a.    Teguran tertulis
b.    Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu
c.    Pembatasan durasi dan waktu siaran
d.    Denda administratif
e.    Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu
f.    Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiara
g. Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran


Tujuan yang ingin dicapai oleh KPI


1.      harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan berekspresi atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis, termasuk menjamin kebebasan berkreasi dengan bertumpu pada asas keadilan, demokrasi, dan supremasi hukum;

2.      harus mencerminkan keadilan dan demokrasi dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban masyarakat ataupun pemerintah, termasuk hak asasi setiap individu/orang dengan menghormati dan tidak mengganggu hak individu/orang lain;


3.      .memperhatikan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, juga harus mempertimbangkan penyiaran sebagai lembaga ekonomi yang penting dan strategis, baik dalam skala nasional maupun internasional;


4.      mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit, internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran;


5.      lebih memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial dan berpartisipasi dalam memajukan penyiaran nasional; untuk itu, dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia yang menampung aspirasi masyarakat dan mewakili kepentingan publik akan penyiaran;

Pengembangan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang berkualitas, bermartabat, mampu menyerap, dan merefleksikan aspirasi masyarakat yang beraneka ragam, untuk meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai budaya asing. dari segi hirarkinya lembaga negara itu dibedakan kedalam 3 (tiga) lapis yaitu :
1. Organ lapis pertama disebut sebagai lembaga tinggi negara, dimana nama, fungsi dan kewenangannya dibentuk berdasarkan uud 1945.



2.   Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, dimana dalam lapis ini ada lembaga yang sumber kewenangannya dari uud, ada pula sumber kewenangannya dari undang-undang dan sumber kewenangannya yang bersumber dari regulator atau pembentuk peraturan dibawah undang-undang.
3. Organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah yaitu merupakan lembaga negara yang ada di daerah yang ketentuannya telah diatur oleh uud 1945 yaitu  pemerintah daerah provinsi, gubernur, dprd provinsi, pemerintahan daerah kabupaten, bupati, dprd kabupaten, pemerintahan daerah kota, walikota, dprd kota.


BAB III

PENUTUP

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1.Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.
2.KPI mempunyai tugas dan wewenang seperti yang diamanatkan uu no 32 tahun 2002
3.Ada tujuan yang hendak dicapai dengan adanya KPI yang dilandasi dengan uu no 32 tahun 2002

Saran

Setelah mengetahui tugas dan wewenang KPI dan kewajibannya pemakalah mengharapkan bahwa pembaca lebih paham dan mengerti tentang Komisi Penyiaran Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA


Djamal,Hidajanto.2011.Dasar-dasar Penyaran Sejarah ,Organisasi ,Operasional dan Regulasi.Jakarta:kencana.
Judhariksawan.2010.Hukum Penyiaran.Jakarta:Rajawali Pers.
2005.Hukumm Jurnaslistik:Himpunan Perundangan Mengenai Pers dan Penyiaran.Yogyakarta:Pustaka Widyatama.
Asshiddiqie,Jimly.Perkembangan dan Konsultasi Lembaga Negara PascaReformasi. Jakarta:Sinar Grafika.
Dasar pembentukan,profil KPI http://www.kpi.go.id
Morissan.2008.Manajmen Media Penyiran:Strategi Mengelola Radio dan Televisi.Jakarta:Kencana.
Fachruddin,Andi. 2012. Dasar-dasar Produksi Televisi. Jakarta: Kencana.

Comments

Popular Posts