Makalah Filsafat Islam dan Cangkupannya
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis dan
radil juga memiliki objek material dan objek formal. Objek material filsafat
adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang
tidak tampak.
Filsafat termasuk ilmu pengetahuan yang paling luas
cakupannya, begitu juga filsafat islam. Filsafat Islam meliputi problematika
yang satu dengan yang banyak, menyelesaikan korelasi antara Allah dengan para
makhluk-Nya, sebagai problematika yang menyulut perdebatan panjang dikalangan
para Mutakalimin.
Tugas filsafat di antaranya adalah menyatukan visi keilmuan
itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagi kepentingan. Filsafat
sepatutnya mengukuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat
pendekatan radiakal, menyeluruh dan rasional dan begitu juga sifat pendekatan
spekulatif dalm filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu
Ruang lingkup kajian Filsafat Islam bertumpu pada Islam
itu sendiri, baik menyangkut rumusan atau konsep dasar pelaksanaan maupun
rumusan pikiran antisipatif mengatasi problematika yang dihadapi.
Rumusan Masalah
Agar lebih fokos dan lebih efesien dalam pembahasan ini maka di batasi
permasalahan ini menjadi bebrapa sub pokok pembahaan yang meliputi:
- Apa
yang dimaksud dengan Filsafat Islam ?
- Apa
hubungan filsafat Islam dengan ilmu lainnya?
Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui devinisi dari filsafat Islam beserta obyeknya.
2. Untuk mengetahui hubungan antara filsafat Islam dengan ilmu lainnsya.
BAB II
PEMBAHASAN
Devinisi Filsafat Islam dan Objek
Filsafat islam merupakan suatu komponen penting dalam
tradisi intelektual islam. Filsafat islam berupaya memadukan antara wahyu
dengan akal, antara aqidah dengan hikmah, antara agama dengan filsafat, dan
berupaya menjelaskan kepada manusia bahwa(a) wahyu tidak bertentangan dengan
akal, (b) aqidah jika diterangi dengan sinar filsafat akan menetap di dalam
jiwa dan akan kokoh di hadapan lawan, (c) agama jika bersaudara dengan filsafat
menjadi religius. Karena filsafat islam dilahirkan oleh lingkungan dimana ia
hidup dan tidak terlepas dari kondisi yang melingkupi, maka filsafat islam
sebagaimana yang nampak adalah filsafat religius/spiritual.
Akal merupakan salah
satu anugrah Allah SWT. Yang paling istimewa bagi manusia. Sudah sifat akal
manusia yang selalu ingin tahu terhadap segala termasuk dirinya sendiri.
Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan dibawa sejak lahir karena manusia
ketika dilahirkan belum mengetahui apa-apa.
Filsafat adalah kata
majemuk yang berasal dari bahsa Yunani, yakni philosophia dan philosophos. Philo, berarti cinta (loving), sedangkan Sophia atau sophos,
berarti pengetahuan atau kebijaksanaan (wisdom).
Jadi, filsafat secara sederhana berarti cinta pada pengetahuan atau
kebijaksanaan. Pengertian cinta yang dimaksud disini adalah dalam arti yang
seeluas-luasnya, yaitu ingin dan dengan rasa keinginan itulah ia berusaha
mencapai atau mendalami hal yang diinginkan. Demikian juga yang dimaksudkan
dengan pengetahuan, yaitu tahu dengan mendalam sampai akar-akarnya atau sampai
ke dasar segala dasar.[1]
Oleh karena itu, secara simple dapat dikatakan, filsafat adalah hasil proses
berpikir rasional dalam mencapai hakikat sesuatu secara sistematis, menyeluruh
(universal), dan mendasar (radikal).
Adapun objek bahasan
filsafat terbagi menjadi tiga bahasan pokok:
1.
Al-wujud atau Ontologi, Ontologi merupakan salah satu kajian
kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan
yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada
masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan.
Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air
merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun
yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu
berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap
ada berdiri sendiri).
Hakekat
kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut
pandang:
1.1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu
tunggal atau jamak?
1.2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas)
tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna
kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang
mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
a.
Yang-Ada (Being)
b.
Kenyataan/Realitas (Reality)
c.
Eksistensi (Existence)
d.
Esensi (Essence)
e.
Substansi (Substance)
f.
Perubahan (Change)
g.
Tunggal (One)
h.
Jamak (Many)
Ontologi adalah hakikat yang Ada (being, sein) yang merupakan asumsi
dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran.
2.
Al-Ma’rifat atau Epistemonologi, Epistemologi, (dari bahasa
Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang
filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini
termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang
filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya,
macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistemologi
menjadi sebuah kajian, sebenarnya, belum terlalu lama, yaitu sejak tiga abad
yang lalu dan berkembang di dunia barat. Sementara di dunia Islam kajian
tentang ini sebagai sebuah ilmu tersendiri belum populer. Belakangan beberapa
pemikir dan filusuf Islam menuliskan buku tentang epistemologi secara khusus
seperti, Mutahhari dengan bukunya “Syinakht”, Muhammad Baqir Shadr dengan
“Falsafatuna”-nya, Jawad Amuli dengan “Nadzariyyah al Ma’rifah”-nya dan Ja’far
Subhani dengan “Nadzariyyah al Ma’rifah”-nya. Sebelumnya, pembahasan tentang
epistemologi di bahas di sela-sela buku-buku filsafat klasik dan mantiq.
Filsafat
Muslim membagi epistemologi berdasarkan objeknya menjadi 2 bagian yakni :
2.1. Khuduri : Hadirnya sesuatu ke dalam dirinya sendiri, contoh : lapar,
sedih, dll
2.2. Khusuli : Hadirnya sesuatu dari luar dirinya sendiri (harus ada
bendanya terlebih dahulu), contoh : Melihat bentuk gunung, dsb
Epistemologi berdasarkan subjeknya terbagi menjadi :
a.
Akal
b.
Panca Indera
c.
Konsepsi (Gambaran tentang
sesuatu yang apa adanya)
d.
Imajinasi (Konsep benda yang
tidak berhubungan dengan benda yang dituju ).
3.
Al-Qayyim atau Aksiologi[2], Aksiologi
menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana
kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah
dengan norma-norma moral.
Terdapat
2 faham pendukung yakni :
3.1. Absolutisme
3.2. Relativisme
Nilai-nilai kebenaran :
a.
Universal
b.
Argumentatif
c.
Rasional
d.
Manusiawi
Pembahasan
ontologi mencakup hakikat segala yang ada (al-manjudat). Dalam dunia filsafat
“yang mungkin ada” termasuk dalam pengertian “yang ada.” Dan ia tidak dapat dimasukan ke dalam kelompok “yang tiada,” dalam arti
tidak ada atau dalam bahsa lain “mustahil ada.”
Pada umumnya bahasan “yang ada” (al-manjudat) terbagi
menjadi dua bidang, yakni fisika, dan metafisika. Bidang fisika mencakup
tentang manusia, alam semesta dan segala sesuatu yang terkandung di dalamnya,
baik benda hidup maupun benda mati. Sementara bidang metafisika membahas
ketuhanan dan masalah yang imateri.
Pembahasan epistemonologi bersangkutan dengan hakikat
pengetahuan dan cara bagaimana atau dengan sarana apa pengetahuan dapat
diperoleh. Pembicaraan tentang hakikat pengetahuan ini ada dua teori. Teori pertama disebut dengan realism
berpandangan bahwa pengetahuan adalah gambar kopi yang sebenarnya dari apa yang
ada dalam alam nyata.
Gambaran atau pengetahuan yang ada dalam akal adalah kopi
dari yang asli yang terdapat di luar akal. Jadi, pengetauan menurut teori ini
sesuai dengan kenyataan. Sementara itu, teori
kedua yang disebut dengan idealism berpandangan bahwa pengetahuan adalah
gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui. Berbeda
dengan ealisme, pengetahuan menurut teori idealism ini berarti tidak
menggambarkan kebenaran yang sebenarnya karena, menurutnya, pengetahuan yang
sesuai dengan kenyataan adalah mustahil.
Pembahasan aksiologi bersangkutan dengan hakikat nilai.
Dalam menentukan hakikat atau ukuran baik dan buruk dibahas dalam filsafat
etika atau akhlak. Dalam menentukan hakikat atau ukuran benar dan salah dibahas
dalam filsafat logika atau mantiq. Dalam menentukan hakikat atau ukuran indah
dan tidaknya dibahas dalam filsafat estetika atau jamal.
Secara sederhana karakteristik
filsafat Islam dapat dirangkum menjadi 3:
- Filsafat Islam membahas masalah yang sudah pernah
dibahas filsafat Yunani dan lainnya, seperti, ketuhanan, alam, dan roh.
Akan tetapi, selain cara penyelesaianya dalam filsafat Islam berbeda
dengan filsafat lainnya, para
filosof Muslim juga mengembangkan
dan menambahkan ke dalamnya hasil-hasil pemikiran mereka sendiri.
sebagaimana bidang lainnya (teknik), filsafat sebagai induk ilmu
pengetahuan diperdalam dan disempurnakan oleh generasi berikutnya.
- Filsafat Islam membahas masalah yang belum pernah
dibahas filsafat sebelumnya seperti filsafat kenabian.
- Dalam filsafat Islam terdapat perpaduan antara agama dan
filsafat, antara aqidah dan hikmah, antara wahyu dan akal. Oleh karena
itu, pengetahuan yang diperoleh nabi (wahyu) tidak mungkin bertentangan
dengan pengetahuan yang diperoleh para filosof.
Jadi filsafat Islam adalah perkembangan pemikiran umat
Islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, manusia dan alam yang disinari ajaran
Islam. Jelaslah bahwa filsafat Islam merupakan hasil pemikiran umat Islam
secara keseluruhan. Pemikiran umat Islam dari dorongan ajaran Alquran dan
hadist. Kedudukan akal yang tinggi dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut
bertemu dengan peranan akal yang besar dan ilmu pengetahuan yang berkembang
maju dalam peradaban umat lain.[3]
Hubungan Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu
Keislaman Lainnya
Filsafat Islam
dan Ilmu Kalam
Kalam dalam bahasa
Arab dapat diartikan dengan perkataan
dan ucapan. Dalam ilmu kebahasaan, kalam ialah
kata-kata yang tersusun dalam suatu kalimat yang mempunyai arti. Sementara
dalam ilmu agama, yang dimaksud dengan kalam adalah firman Allah. Kemudian kata
ini menunjukan suatu ilmu yang berdiri sendiri, yang disebut dengan ilmu kalam.
Diantara alasan yang dimajukan, ialah sebagai berikut:
- Persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan di
abad-abad permulaan hijrah ialah firman kalam Allah Alquran sebagai salah
satu sifat-Nya, apakah kadim, tidak diciptakan , atau hadis (baharu),
diciptakan? (harap dibedakan dengan kata hadis lawan dari kadim, dengan
hadis: perkataan, ucapan, keteapan dan sifat Nabi Muhammad SAW).
- Dasar-dasar ilmu kalam adalah dalil-dalil akal (rasio).
Kaum teolog atau mutakallimin menetapkan pokok persoalan dengan
mengemukakan dalil akal terlebih dahulu, setelah tuntas baru mereka
kembali pada dalil naqal (Alquran dan hadis)
- Cara pembuktian kepercayan-kepercayaan agama
menyerupakan ilmu logika dan filsafat.[4]
Dengan demikian, ilmu kalam merupakan salah satu ilmu
keislaman yang timbul dari hasil diskusi umat Islam dalam merumuskan akidah
Islam dengan menggunakan dalil akal dan filsafat. Hal ini dapat dilihat dalam
berbagai buku ilmu kalam (ilmu tauhid), selalu pertama kali dikemukakan dalil
akal (logika), kemudian baru diiringi dengan dalil naqal (Alquran dan hadis).[5]
Filsafat
Islam dan Tasawuf
Tasawuf berasal dari kata sufi, yakni sejenis wol kasar
yang terbuat dari bulu yang dipakai oleh orang-orang yang hidup sederhana,
namun berhati suci dan mulia. Tasawuf merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang Islam berada sedekat mungkin
dengan Allah.[6]
Akan tetapi, kedua disiplin ilmu ini terdapat perbedaan-perbedaan sebgai
berikut:
a.
Filsafat memandang dengan mta akal dan mengikuti metode
argumentasi dan logika. Sementara tasawuf menempuh jalan mujahadah (pengekangan
hawa nafsu) dan musyahadah (pandangn batin) dan berbicara dengan bahsa intuisi
dan pengalaman batin. Jadi kaum filosof adalah pemilik argumentasi dan kaum
sufi pemilik intuisi dan perasaan batin.
b.
Objek filsafat membahsa segala yang ada (al-maujudat), bail
fisik maupun metafisika, termasuk di dalamnya Allah Swt. Alam dan manusia yang
meliputi tingkah laku, akhlak, dan politik. Sementara itu, objek tasawuf pada
dasarnya mengenal Allah, baik dengan jalan ilham dan intuisi.
c. Adanya saling
kritik antara kaun sufi kan kaum filosof Islam, seperti kritik Al- Ghazali dan
Ibnu Rusyd terhadap tasawuf. Ia mengatakan bahwa metode yan gdipergunakan
tasawuf bukanlah metode penalaran intelektual dan ada dugaan bahwa makriat
kepada Allah akan hakikat-hakikat wujud yang lain adalah sesuatu yang
dijatuhkan ke dalam jiwa manusia ketika yang bersangkutan bersih dari rintangan-rintangan
hawa nafsu. Jalan ini sekiranya ada, kata Ibn Rusyd, namun ia tidaklah merata
bagi seluruh manusia.[7]
Jelaslah bahwa
tasaawuf Islam scara umum dapat dikelompokan ke dalam ruang lingkup filsafat
Islam.
Filsafat
Islam dan Ushul Fiqih
Ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah dan
bahasa yang dijadikan acuan dalam menatapkan hukum syariat mengenai perbuatan
manusia berdasarkan dalil-dalil secara detail.[8]
Dengan ringkas kata, ushul fiqih adalah ilmu tentang dasar-dasar hukum dalam
Islam[9].
Ilmu ushul fiqh
dalam menetapkan hukum syariat juga mempergunakan pemikiran filosofis. Bahkan
ia cenderung mengikuti iilmu logika dengan cara, memberikan definisi-definisi
terlebih dahulu
Ushul fiqih
secara khusus adalah ilmu syariat yang berdiri atas dasr agama, sedangkan
objeknya menetapkan dalil bagi hukum dan menetapkan hukum bagi dalil.
Filsafat
Islam dan Sains
Sebagaimana yang
diketahui, filsafat merupakan suatu ilmu yang mencakup seluruh lapangan ilmu
pengetahuan, baik yang teoritis, maupun yang practis. Kenyataan ini dapat
disaksikan dalam temuan-temuan yang dihasilkan oleh filosof-filosof Islam
sendiri, seperti Al- Kindi ahli imu pasti dan ahli falak yang tersohor, Ibnu
Sina termasyur dengan ilmu kedokteran yang menyusuun Kitab al- Qanun yang terjadi
menjadi rujukan baik Barat maupun di Timur.
Pada masa
peradaban Islam mencapai kejayaan, ketika itu, antara filsafat, sains dan agama
berbaur menjadi satu sehingga saling mempengaruhi. Akan tetapi, perkembangan
filsafat bagi orang yang dating belakangan (setelh abad ke-6 H), amat
disayangkan mereka telah merasa puas dengan membahas dan mengulas
masalah-masalah filsafata saja tanpa berpijak pada dasar ilmu yang melandasinya
(ilmu pasti dan alam). Akibatnya, terputuslah hubungan antara filsafat dengan
sains, bagaikan kepala tanpa badan dan tubuh tanpa roh. Kemudian hubungan
keduanya mulai rukun setelah Timur kembali mengambil sains. Namun saat ini, konfrontasi
yang dirasakan bukan lai antara filsafat dan sains, melainkan antara filsafat
dengan agama. Hal inilah, menurut Al- Ahwaniy, salah satu penyebab yang
menjadikan filsafat Islam berubah menjadi filsaat skolastik yang kering dan
gersang, akhirnya hanya tinggal agama.[10]
Filsafat
Islam dan Politik
Kukuasan
Muhammad Saww. Atas kaum Muslimin adalah kekuasaan kerasulan dan sama sekali
tidak memiliki kaitan dengan ambisi-ambisi politik. Memang sama sekali tidak
ada pemerintahan, negara, ambisi-ambisi politik sesuai dengan kepentingan para
raja dan pangeran dalam tugas kerasulan itu.[11]
Khalifah menjadi
representasi dari seorang penguasa agama sekaligus politik dunia. Menerima
kekuasaan khalifah adalah sebuah kewajiban untuk merealisasikan pesan-pesan
agama dan pemerintahan yang memerhatikan kepentingan rakyat.[12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia
dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.
Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta
didik agar menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya
maupun segala sesuatu di luar dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Islam
adalah agama yang seluruh ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis dalam
rangka mengatur dan menuntun kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah,
sesama manusia dan dengan alam semesta.
Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada. “Ada” itu
sendiri dapat dipilah dalam tiga kategori : tipikal sungguh-sungguh ada dalam
kenyataan, ada dalam kemungkinana, ada dalam pikiran atau konsep. Objek formal
filsafat adalah hakikat terdalam / substansi/ esensi/ intisari.
Ruang lingkup kajian Filsafat Islam bertumpu pada Islam
itu sendiri, baik menyangkut rumusan atau konsep dasar pelaksanaan maupun
rumusan pikiran antisipatif mengatasi problematika yang dihadapi.
[1] Departenen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasai
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), Cet III, hlm. 242.
[2] Umar Muhammad Al-Taumiy Al-Syibany, muqaddamat fi al- Falsafah al-
Islamiyat, (Tripoli: al-Dar al-‘Arabiyyat li al-kitab, 1976) Cet II , hlm.
30-31.
[3] Nurcholish Madjid, Hakikat
Sejarah Pemikiran Islam, Pelita, hlm. 16.
[5] A. Hanafi, Theology Islam (Ilmu kalam), Jakarta: Bulan Bintang, 1974, hlm. 11.
[6] Harun Nasution, Falsafah dan Misticisme dalam Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1973, cet I, hlm. 50-51.
[8] Abd Al- Wahhab Khallaf, Ilmu
Ushul al-Fiqh, Jakarta: Al- Majlis al-a’ala Indonesia lil al- Da’wat al-
Islamiyyat, 1972, hlm. 11
[9] Sirajuddin
Zar, Filsafat Islam: Filosof dan
Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet 4, hlm. 28
[11] Ali Abdur Raziq, Khalifah
& Pemerintahan dalam Islam, terj. Arif Muhammad, Bandung: Pustaka,
1985, hlm. 124.
[12] Albert Hourani, Pemikiran
Liberal di Dunia Arab, terj. Suparno dkk., Bandung: Mizan, 2004, hlm. 279.
Izin copy ya, bagus banget. berguna
ReplyDeleteThat's ok. I made it for sharing! Thnk u
ReplyDelete